Air Mataku Bukan Untuk Negara Ini.

ku menangis
dan menitikkan air mata

              tapi
              air mataku takkan pernah kutumpahkan
              untuk negara ini

kuteteskan dan kupersembahkan
untuk ibu tua si penjual sayuran
yang tiap pagi berjalan tanpa alas kaki
berkeliling petak petak megah perumahan
membiarkan telapak kakinya tertikam kerikil
dan merelakan kulitnya tersengat mentari

aku menangis untuk telapak kakinya
yang telanjang dan kasar tergores kerasnya jalanan

karena disana para bandit penguasa
berjalan dengan angkuh
memamerkan sepatunya yang dibuat dari peluh para buruh

aku bersedih untuk pakaian usangnya
yang kumal dan tua terkikis ganasnya debu kemiskinan

karena disana para bandit penguasa
berseliweran kesana kemari
bangga dengan jas dan dasinya yang dibeli di luar negeri

aku berduka untuk kerut wajahnya
yang mulai digerogoti kejamnya roh kemiskinan

karena dalam istana negara yang katanya ramah
ternyata aroma parfum mahal saling berlomba
berbagai kosmetik dilelang tak murah
karena perang gengsi adalah rutinitas dan amanah
 
              sekali lagi
              air mataku bukan untuk negara ini
              ku takkan sudi

karena monster monster berdasi itu telah menyihirnya
menjadi sangkar serigala dan babi serakah
ia menjadi rebutan dalam bursa modal dan kuasa

              camkan ini
              air mataku bukan untuk negara ini
              ku takkan sudi!

sebab air mataku telah terkuras
untuk memandikan jenazah si miskin
yang menggadai nyawa hanya untuk makan sepiring
nasi garam dan lauk ikan asin

air mataku pun tak lama akan mengering
untuk saudara saudara di Papua
yang meradang busung lapar di kerajaannya sendiri
dan terisolasi karena hartanya telah dirampas
oleh korporasi keparat yang tak tahu diri
yang berkoalisi dengan pejabat negara ini

              dan untuk terakhir kalinya...

              titik titik air mataku yang masih tersisa ini
              sekali lagi bukan untuk negara ini!

tapi akan kutampung dalam gelas
untuk memberi minum adik adik kecilku
yang beradu nyawa di perempatan jalan
dan menggantungkan hidupnya
pada ecek ecek usang dan tutup botol berkayu
serta kantong plastik bekas gorengan

sebagian lagi akan kuseduh air mataku ini
untuk mengelap tubuh kawan kawanku
yang terguyur pekatnya lumpur panas
oleh mesin mesin pemangsa alam
untuk melahirkan semburan uang

              hingga akhirnya...

              tak ada lagi air mataku yang tersisa
              untuk kupakai meratapi negara ini

              karena aku tak akan pernah percaya padamu
              ku takkan sudi!

dan di hari lahirmu ini...

takkan kuciumi telapak para nahkoda kemerdekaan
karena kulitnya begitu halus tak berkerut
dan kukunya pun begitu licin
dengan payung cantik
yang disematkan oleh himpitan selir di kanan kiri

sementara si ibu tua penjual sayuran
telapaknya mengelupas kotor dan kasar
kuku kukunya pun hitam tak terawat
karena setiap hari harus berjalan puluhan kilo
bersama gerobak tua dan ember ember usangnya

tapi dalam hati kecilku ini berteriak
nuraniku pun ikut berbisik

              "hey, ciumlah telapak itu
              dan menangislah untuknya..."

| Gresik. 17 Agustus 2007

0 komentar:

Posting Komentar